Sabtu, 04 Februari 2012

Terapi Anti Kanker dengan Kunyit

Berdasarkan penelitian dari seorang peneliti dari Fakultas Farmasi UGM, Supardjan, ditemukan bahwa kunyit terbukti mengandung berbagai senyawa kurkuminoid (curcuma longa) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, antioksidan, hingga terapi penyembuhan kanker. Sebelumnya sebuah penelitian di University of South Dakota pun pernah menemukan bahwa sel kanker yang tereskpos kurkumin ternyata lebih responsif terhadap kemoterapi dan radiasi.
 "Penelitian ilmiah menunjukkan molekul-molekul baru kurkumin kunyit antara lain memiliki efek analgesik-antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antikanker, serta antitumor," kata Supardjan di Yogyakarta, Selasa (17/1).
Menurut Supardjan, 100 molekul yang terdiri dari kurkumin, demetoksin kurkumin, dan bisdemetoksin kurkumin tersebut sudah diteliti lebih lanjut. "Untuk turunannya yang merah lebih ke antiinflamasi, sedang yang berwarna kuning lebih untuk melindungi hati (hepatotoksik)," ujarnya lagi. 
Sementara bagi penderita diabetes, kurkumin juga baik karena mampu mencegah terjadinya pembekuan atau penggumpalan darah. Namun, sampai saat ini kurkumin baru dikembangkan sebatas obat-obatan herbal, belum dijadikan obat kimia. Ini karena membutuhkan uji klinis dengan waktu lebih lama dan membutuhkan biaya besar untuk menjadikannya obat kimia.

Tanaman kunyit atau kunir merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini telah lama digunakan oleh masyarakat baik sebagai rempah-rempah maupun obat tradisional.Umbi (rhizoma) kunyit dapat mendinginkan badan, membersihkan, mempengaruhi bagian perut khususnya lambung, merangsang, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan, dan efektif mengatasi gangguan kerja pada ginjal.Kunyit dipercaya pula bisa menurunkan kadar gula darah serta memperlambat progres penyakit autoimun seperti multiple sclerosis.

Mekanisme aksi curbumin sudah diteliti secara dalam sampai level molekuler. Diketahui bahwa curcumin mengganggu aktivasi transkripsional dari beberapa faktor transkripsi yaitu NF-kB dan AP-1. Hasilnya adalah regulasi negatif (penghambatan) dari regulator pada siklus sel dan onkogen seperti c-Myc, cyclin D1, Bcl-2 dan Bcl-XL. COX-2 juga mengalami overekspresi pada kanker kolon melalui transaktivasi NFkB atau AP-1. Oleh curcumin, proses transaktivasi ini juga ditekan. Curcumin menginduksi cell cycle arrest pada Go/G1 atau G2/M melalui upregulasi CDKI seperti p21 dan p27, juga mendownregulasi Cdc2 (Cdk1) dan cyclin B1. Curcumin beraksi pada penghambatan aktivitas tirosin kinase dan menurunkan HER-2/ErbB-2 sehingga signaling growth factor diblok.



Penemuan terkini, curcumin mengakibatkan pemotongan β-catenin, hasilnya adalah apoptosis pada sel kanker kolon. Hilangnya fungsi dari APC tumor supressor gene karena adanya mutasi, mengakibatkan penghambatan degradasi β-catenin. Akibatnya, terjadi akumulasi β-catenin di sitosol dan terjadi transaktivasi onkogen termasuk c-Myc dan cyclin D1. Hilangnya fungsi gen APC pada kanker kolon membawa dampak pada akumulasi β-catenin, lebih lanjut hal ini dipertimbangkan sebagai inisiasi pada proses karsionogenensis kanker kolorektal. Hal ini menjadikan kemampuan curcumin bertarget pada degradasi β-catenin menjadi dasar efek kemoprevensi curcumin pada kanker kolorektal.


Sumber: The AAPS Journal 2006
 


 

0 komentar:

Posting Komentar