Rabu, 02 Mei 2012

Mungkinkah Ini Akhir Kanker?

Kanker adalah penyakit yang membunuh jutaan orang setiap tahun dan membunuh harapan adanya perawatan mujizat yang sekarang lenyap entah kemana. Saat ini para ilmuwan mengatakan bahwa vaksin mungkin bisa menjadi kuncinya - bukan hanya menyembuhkan tetapi mengenyahkan kanker selamanya. Oleh Sharon Begley.
Semestinya, Shari Baker sudah harus mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini pada tahun 2005, lebih dari setahun setelah tida orang dokter menyatakan bahwa benjolan di bawah lengannya bukanlah kista yang tidak berbahaya, ia didiagnosa dengan kanker payudara stadium IV (metastatik), yang membunuh sedikitnya 80% penderita penyakit ini dalam 5 tahu, kanker ini membunuh Elizabeth Edwards pada tahun 2010. Setelah dari penderita yang didiagnosa dengan kanker payudara yang sudah menyebar - pada kasus Shari Baker sudah menyebar ke tulang punggungnya - akan meninggal dalam waktu 39 bulan, tetapi perancang perhiasan berusia 53 tahun di Scottsdale, Arizona ini masih belum siap untuk mati. “Saya pernah jadi atlit yang selalu bersaing dan saya suka binaraga, saya merawat diri saya dan makanan saya dengan baik”, katanya. “Saya akan melawan ini”.
      Baker mulai mencari keterangan klinis dan melalui International Cancer Advocacy Network (ICAN) ia menemukan suatu kemungkinan yang cerdik: vaksin kanker. Pada bulan Mei 2006, ia berkunjung ke Universitas Washington. Vaksin tersebut disuntikkan ke lengan atasnya, ia mendapat lebih banyak suntikan semacam itu selama lima bulan selanjutnya. Hari ini, dengan hasil scan yang menyatakan tidak ada kanker yang terdeteksi, Baker kelihatannya berhasil mengalahkan fenomena ganjil ini.
      Tanpa adanya kamera nano sci-fi untuk menangkap apa yang terjadi pada tingkat seluler, sangatlah tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti apa yang dilakukan oleh vaksin tersebut. Tetapi berdasarkan hasil studi laboratorium terhadap binatang dan sel-sel di cawan petri, para ilmuwan tersebut mampu mendapatkan ide yang cemerlang. Vaksin tersebut mengandung fragmen-fragmen molekul yang disebut HER2/neu yang bertengger di permukaan sel-sel tumor, memberi “bahan bakar” bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel kanker payudara. Sistem kekebalan tubuh Baker memperlakukan banjirnya HER2/neu yang diinjeksikan tersebut sebagai tentara yang sedang menyerbu dan melancarkan serangan balik. Sel-sel yang disebut CD4, bertindak seperti Paul Revere biologis (pengrajin perak yang memberitahu kedatangan tentara Inggris saat perang revolusi), membunyikan alaram, mengeluarkan sel-sel darah putih yang disebut Sel-T, Minuteman (peluru kendali) tubuh, mereka kemudian menyerang tumor Baker, sambil memanggil bala bantuan yang disebut Sel-sel T cytotoxic (“pembunuh”), yang menghancurkan sel-sel tumor pada payudara Baker serta tulang punggungnya. Cukup dengan 21 wanita lain yang menerima vaksin eksperimental tersebut terhadap kanker payudara metastatis tersebut yang ternyata sangat baik, penemunya, imunologis Mary Disis (“Nora”) dari Universitas Washington menjadi berani meramalkan bahwa di masa mendatang vaksin-vaksin tersebut akan mengendalikan dan bahkan mampu menghancurkan kanker.
      Setelah empat dekade yang kebanyakan penuh dengan harapan yang tidak tercapai, tanggal 23 Desember yang menandai 40 tahun sejak Presiden Nixon mencanangkan perang terhadap kanker, para ilmuwan memberikan kepadanya suatu obat potensial yang beberapa tahun lalu dianggap tidak mungkin. Jika mereka berhasil, vaksin kanker akan merevolusi pengobatan ini. Mereka mungkin dapat mengatakan bahwa ini adalah akhir dari kemoterapi dan radiasi, yang memiliki efek samping yang menyeramkan, dimana sel-sel tumor seringkali malah menjadi resistan dan yang seringkali hanya membuat sedikit perbedaan sehingga bisa menjadi bahan tertawaan jika saja hal tersebut bukan merupakan hal yang tragis. Minggu kemarin, misalnya, headline surat kabar mengabarkan dua obat baru untuk kanker payudara metastatis meskipun hasil studi-nya tidak dapat memperlihatkan bahwa keduanya mampu memperpanjang usia penderita satu hari saja. Vaksin mampu membuat “kemajuan” semacam itu menjadi barang usang. Dan dapat mencegah kanker, dengan sedikit tambahan pekerjaan, sama seperti kita mencegah campak.
      “Dapat” merupakan kata kuncinya. Vaksin-vaksin kanker saat ini sedang diuji; para penderita, dokter dan ilmuwan tahu dengan baik bahwa terapi-terapi kanker yang kelihatannya ajaib bisa ‘rontok’ sebelum berkembang. Tetapi terjadi percepatan kemajuan. Pada tahun 2010, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui suatu vaksin tumor pertama, yang disebut Provenge, untuk mengobati kanker prostat. Sejumlah vaksin lain sudah mengantri. Selama musim panas, para periset di Universitas Pennsylvania mengungkapkan sesuatu yang mereka sebut sebagai “terobosan baru untuk kanker selama 20 tahun sedang dibuat”; suatu vaksin yang mampu melawan leukemia limposit kronik atau chronic lymphocytic leukemia (CLL), yang menyebabkan batu ginjal, selama satu tahun dan terus berlangsung, dan yang dipercaya oleh penemunya dalam dilemahkan untuk menyerang kanker paru-paru, kanker rahim, myeloma dan melanoma. Vaksin-vaksin terhadap kanker pankreas dan kanker hati juga sedang diuji. “Untuk pertama kalinya”, kata Disis, yang memperoleh dana sebesar 7,9 juta dolar AS dari Pentagon untuk mengembangkan vaksin pencegahan tersebut, “uji coba klinis untuk vaksin kanker menunjukkan efek anti tumor di sejumlah pasien dengan kanker, bukan hanya satu atau dua pasien yang unik”.
      Pertama, dasarnya. “Vaksin kanker” menurut ilmuwan berarti sesuatu yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel-sel ganas. Jalan yang paling langsung untuk itu adalah, menurut studi, adalah dengan menyuntikkan molekul yang sama, yang disebut antigen, yang akan menghiasi permukaan sel-sel kanker seperti topi Lady Gaga. Demikian juga dengan vaksin HER2/neu, yang akan menstimulasi sel-sel T untuk bersarang pada antigen-antigen tersebut dan mendorong diproduksinya sel-sel T pembunuh khusus untuk sel-sel yang memiliki antigen tersebut. Kelihatannya janggal bahwa tubuh kita akan menyerang sel-selnya sendiri, tetapi dengan ‘menjahili’ antigen-antigen tersebut, sistem kekebalan tubuh dapat dipancing untuk menyerang tumor tersebut. Vaksin tersebut bisa menjadi obat, dengan mengenyahkan tumor atau secara teori, bisa sebagai pencegah, untuk mencegah terbentuknya tumor. (Vaksin kanker mulut rahim yang saat ini beredar di pasaran bersifat preventif tetapi juga unik karena dapat menyerang virus-virus yang dapat menyebabkan kanker: kebanyakan kanker bukan disebabkan oleh virus).
      Mengendalikan sistem kekebalan tubuh merupakan kebalikan total dari cara mengobati kanker saat ini, yaitu kebanyakan dengan kemoterapi dan radiasi. Keduanya dalam melemahkan sistem kekebalan tubuh, itulah sebabnya beberapa praktisi pengobatan alternatif menentang ini. Mengikuti nasehat mereka bisa berakibat fatal. Tetapi pentingnya sistem kekebalan tubuh dalam memerangi kanker mendapatkan tanggapan baru dari para periset onkologi nasional terkemuka. Ini telah menginsipirasi tejadinya suatu permainan Hail Mary (lemparan jarak jauh) dari suatu kelompok advokasi terkemuka. Tahun kemarin, Koalisi untuk Kanker Payudara Nasional atau National Breast Cancer Coalition (NBCC) meluncurkan Proyek Artemis dengan tujuan melenyapkan kanker payudara per tanggal 1 Januari 2020. Karena cara yang paling mungkin untuk melaksanakan hal tersebut adalah dengan vaksin, kata sang ketuanya Fran Visco. NBCC mendapatkan hibah awal untuk memulai riset tersebut dengan, sebagai contoh, antigen-antigen mana yang merupakan target yang bagus.
      Timing NBCC sangat baik, riset vaksin kanker payudara saat ini sedang marak. Minggu kemarin, perusahaan bioteknologi Antigen Express Inc., mengumumkan bahwa 89% pasien yang menerima HER2/neu-nya mampu bertahan hidup sampai 22 bulan, dibanding dengan 72% wanita yang tidak divaksin. Perusahaan tersebut berharap FDA menyetujui uji coba tahap-III di tahun 2012. Menariknya, vaksin tersebut kelihatannya membantu wanita-wanita yang sebenarnya juga tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan obat kanker payudara Herceptin, karena kandungan HER2/nue mereka sangat rendah. “Kami kira 75% dari wanita dengan kanker payudara bisa menjadi calon yang sesuai untuk vaksin tersebut”, kata sang Presiden Eric von Hoffe.
      Vaksin-vaksin memiliki potensi terjadinya pengobatan kanker yang revolusioner karena efeknya tidak berhenti hanya pada tumor yang sudah ada. Kanker, sangat berbahaya karena kecerdikannya, ia mampu mengubah urutan reaksi katalisa enzim (pathway) biologis pembelahan sel sedemikian hebat sehingga kemoterapi dan bahkan terapi-terapi yang mampu menarget pada tingkat molekuler tidak berfungsi lagi (itulah sebabnya mengapa obat-obat yang lebih cerdikpun seperti Avastin hanya mampu mempertahankan hidup penderita beberapa bulan saja). Vaksin mampu mengimbangi pergerakan demi pergerakan kanker. Pada wanita yang menerima vaksin Disis, setelah sel-sel T menghancurkan sel-sel kanker payudara, mereka akan melahapnya dan meludahkan keluar. Ini akan membanjiri tubuh dengan antigen-antigen yang akan melekat pada sel-sel kanker, merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mentargetkan gelombang kedua dari antigen-antigen tumor ini. Kekebalan tubuh yang menyebar ini akan menciptakan sel-sel T yang sudah ‘terisi dan siap ditembakkan’ yang mampu menghancurkan sel-sel tumor bertahun-tahun setelah vaksinasi dilakukan - sama seperti sistem kekebalan tubuh seumur hidup yang diperoleh dari vaksin, sebagai contoh, cacar.
      Satu manfaat terakhir dari vaksin kanker mungkin dapat menjelaskan mengapa Shari Baker mampu bertahan. Sel-sel T tidak pernah ‘lupa’. Sekali sistem kekebalan tubuh menarget suatu ancaman, baik kanker atau cacar, maka akan tetap mencadangkan pasukan untuk menyerang jika ancaman tersebut menyerang kembali. Prinsipnya, hal ini dapat memberikan kekebalan tubuh terhadap kanker payudara dan mungkin kanker-kanker lain selama-lamanya.
      Optimisme di sekitar vaksin kanker mencerminkan serangkaian penemuan terbaru yang memberikan petunjuk bahwa sistem kekebalan tubuh mampu menaklukan kanker. Kegiatan kekebalan tubuh dalam dan sekitar suatu tumor - keberadaan sel-sel darah putih tertentu - seringkali merupakan suatu kegiatan awal dimana kanker tersebut akan mundur dan akhirnya lenyap. Suatu studi pada tahun 2006 sebagai contoh, menemukan bahwa kanker-kanker kolon yang paling banyak menarik perhatian sel-sel T pembunuh kecil kemungkinannya untuk kambuh kembali setelah perawatan. Dengan cara yang sama, saat sel-sel kanker paru-paru tahap dini atau beberapa sel kanker payudara dipenuhi dengan molekul-molekul yang mampu menarik perhati selsel T, penderita akan mampu menghindar dari metastatis, tetap meredam dan hidup lebih lama. Dan pada kanker hati dan kanker rahim, jika tumor sudah diserang oleh sel-sel T, maka pasien akan hidup lebih lama. Ini disebabkan oleh kekuatan dari sistem kekebalan tubuh tersebut. “Sedikitnya 30% tumor yang ditemukan pada mammogram akan menghilang meskipun kita tidak melakukan apa-apa”, ahli bedah payudara Susan Love dari UCLA mengatakan pada suatu lokakarya Proyek Artemis musim semi kemarin - suatu petunjuk yang menarik mengenai kekuatan sistem kekebalan tubuh untuk mengeliminasi kanker.
      Hal ini akan menimbulkan pertanyaan: mengapa orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dapat menderita kanker, setidaknya mati karena kanker? Salah satu alasannya adalah bahwa sel-sel tumor mampu memproduksi dalam jumlah banyak molekul-molekul pertahanan yang mengusir dan menghancurkan sel-sel T. Beberapa terapi eksperimental mencoba untuk mengatasi hal ini, termasuk suatu imunoterapi terhadap melanoma yang bersifat metastatis yang telah disetujui oleh FDA awal tahun ini. Disebut Yervoy, ini mampu mem-blok suatu molekul yang disebut sebagai cytotoxic T lymphocyte antigen (CTLA4) yang memainkan peranan penting dalam menghalangi kemampuan sistem kekebalan tubuh memerangi sel-sel ganas tersebut. “Obat ini mampu merusak rem sistem kekebalan tubuh dan membiarkannya membunuh kanker”, kata imunologis tumor Patrick Hwu dari MD. Anderson Cancer Center yang mengembangkan vaksin melanoma lain. Tetapi Yervoy yang dibuat oleh Bristol-Myers Squibb dan dihargai $120.000 mampu memperpanjang kehidupan mulai dari 6,5 bulan sampai hanya 10 bulan. Tindakan yang lebih baik, kata Hwu, mungkin perlu meng-kemas lebih banyak molekul-molekul penstimulasi kekebalan menjadi suatu vaksin.
      National Cancer Institue menghitung lebih dari 150 jenis kanker, dari yang biasanya paling dapat dilawan, kanker testikel, sampai kanker yang paling cepat membunuh, kanker pankreas. Yang ditargetkan oleh vaksin-vaksin eksperimental ini adalah yang paling mematikan, dimana terapi-terapi yang ada biasanya gagal secara tragis. Bulan lalu misalnya, para ilmuwan dipimpin oleh imunologis tumor NCI James Gulley mengumumkan hasil yang menjanjikan dengan vaksin eksperimental tunggal terhadap kanker rahim dan kanker payudara. Disebut PANVAC, obat ini mengandung gen-gen untuk dua antigen yang sering ditemukan pada sel-sel kanker, carcinoembryonic antigen (CEA) dan mucin 1 (MUC1). 14 pasien kanker rahim dalam studi tersebut mampu bertahan hidup selama kira-kira 15 bulan sejauh ini, dan 12 pasien dengan kanker payudara metastatis mampu bertahan hidup kira-kira 13,7 bulan, sedikit lebih baik di atas rata-rata. Tetapi yang paling luar biasa bagi Gulley adalah seorang pasien yang kanker payudara metastatisnya “lenyap total” dan yang masih tetap hidup selama lebih dari 4 tahun setelah didiagnosa. “Kami melihat pengecilan tumor yang tidak pernah kami lihat sebelumnya”, kata Gulley. Gulley mencurigai hasil tersebut mungkin bisa lebih baik pada pasien-pasien yang belum pernah menerima kemoterapi, yang bisa membuat sistem kekebalan tubuh “terpukul”.
      Vaksin-vaksin mungkin bisa menjinakan kanker pankreas. Pada bulan Maret 2010, Bert Williams, 78, mendengar kata-kata terburuk yang bisa dikatakan oleh seorang dokter, “anda menderita kanker pankreas”, yang diberitahukan kepada William pada bulan Januari, tapi “kami tidak mampu mengangkatnya”. Tumor tersebut terletak pada posisi sedemikian rupa sehingga pengangkatannya dengan pembedahan dapat berakibat fatal. William berpikir ia menghadapi hukuman mati, tetapi istrinya, Gall, menemukan suatu ujicoba klinis di Cancer Institute of New Jersey. Seorang onkologis disana, Elizabeth Poplin, mendatangi tempat tidurnya. “Kami sudah lama mencari-cari orang seperti anda”, katanya. William belum pernah mendapatkan perawatan kanker apapun yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuhnya dan dalam keadaan sangat sehat. William setuju untuk menerima vaksin eksperimental tersebut.
      Pensiunan eksekutif direktur periklanan di Jackson, N.J., tersebut menerima suntikkan pertama pada bulan Maret 2010, langsung ke tumornya. Pada bulan Desember, scan tidak mendeteksi adanya tumor dimanapun, tiga dari lima pasien lainnya dengan kanker pankreas yang tidak bisa dioperasi juga dalam keadaan stabil. Poplin dan rekan-rekannya melaporkan hal ini bulan kemarin. Tebakan terbaik adalah bahwa vaksin tersebut, yang membanjiri tubuh dengan antigen tumor CEA dan MUC1, menstimulasi sel-sel T untuk membunuh sel-sel tumor yang ditandai oleh antigen-antigen ini. “Pasien-pasien yang sudah divaksinasi 13 sampai 19 bulan lalu juga dalam keadaan baik, hidup lebih lama dari biasanya”, kata Poplin. “Tak seorangpun yang menderita kanker hati atau metastase lainnya, hal ini sangat menakjubkan karena kanker pankreas seringkali menyebar kemana-mana”.
      Kanker otak sama mematikannya dengan kanker pankreas, tetapi sedikitnya satu vaksin eksperimental yang menjanjikan untuk melawan glioblastoma multiforme, bentuk yang paling umum dan paling agresif. Ini mengandung kumpulan reseptor faktor pertumbuhan epidermal antigen varian III, yang akan bertenggerpada sel-sel kanker otak. Dalam uji coba klinis, 19 pasien yang tumornya sudah diangkat melalui pembedahan menerima vaksin tersebut, rata-rata tingkat bertahan hidup mereka adalah 26 bulan, para ilmuwan di Universitas Duke melaporkan pada tahun 2010, dibanding dengan yang biasanya 14 bulan. Dan pada bulan Juli, Larry Kwak dari M. D. Anderson dan kawan-kawanb melaporkan bahwa pada para pasien yang diberi vaksin eksperimental terhadap follicular lymphoma, suatu bentuk tumor ganas jaringan limfa non-Hodgkin, kanker mereka tetap dalam keadaan mereda hampir dua kali lebih lama dan lebih lama lagi, dibanding pasien yang tidak divaksinasi. Blovest International berencana untuk meminta persetujuan FDA untuk vaksin tersebut, BlovaxID pada tahun 2012.
      Calon-calon obat untuk kanker datang dan pergi, dan vaksin-vaksin mungkin juga bisa gagal memenuhi harapan kita. Dalam beberapa studi, pasien-pasien seperti Shari Baker dan Bert William adalah kekecualian, berrespon dengan sangat ajaib sementara lainnya hanya memperlihatkan sedikit dan bahkan tidak ada kemajuan. Alasan untuk perbedaan tersebut masih dalam penelitian intensif. Beberapa pasien terlalu sakit atau lemah untuk mengumpulkan kekuatan respon sistem kekebalan tubuhnya, inilah sebabnya mengapa vaksin flu gagal melindungi beberapa orang tua. Juga, terapi imun bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk bekerja, sehingga membiarkan tumor berkembang dan berkembang dan menyebar menjadi tumor ganas.  Dan jika antigen yang ditargetkan oleh vaksin tersebut juga terdapat pada sel-sel yang sehat, sel-sel T pembunuh mungkin juga akan mengejar mereka, menyebabkan penyakit autoimun.
      Meskipun ada tantangan seperti ini, jumlah orang yang mempercayai vaksin kanker semakin bertambah dan uangpun menyusul. Ratusan ujicoba klinis merekrut para pasien (ketik “cancer and vaccibe” dalam kotak pencarian di clinicaltrials.gov). “Setelah bertahun-tahun gagal (dengan vaksin kanker), kami akhirnya mendapatkan yang tepat”, kata Kwak. Antara kemarin dan hari ini, 1.500 orang lainnya di AS akan meninggal akibat kanker. Jangan buang-buang waktu lagi.
Jalan menuju ke penyembuhan
Tidak seperti pengobatan saat ini, seperti radiasi dan kemoterapi yang menyerang baik sel kanker dan sistem kekebalan tubuh, vaksin mendorong sistem kekebalan tubuh alamiah untuk melenyapkan tumor.
1.   Pertumbuhan sel kanker
      Melalui serangkaian perubahan mutasi-genetis, sel-sel sehat menjadi sel kanker.
2.   Respon Kekebalan Alamiah
      Sel-sel darah putih sistem kekebalan tubuh yang disebut sel T menyerang dan menghancurkan sebagian tetapi, biasanya, tidak semua sel kanker, sebagian karena tumor menghasilkan molekul-molekul yang menahan serangan ini. Sebagai akibatnya jutaan sel kanker bertahan hidup dan membelah diri.
3.   Menciptakan Vaksin
      Permukaan sel-sel kanker ditempeli oleh molekul yang disebut antigen yang bisa bertindak sebagai mercu suar agar sel-sel T mendatanginya. Suatu vaksin yang dibuat dari antigen sel-kanker ini akan mendorong sistem kekebalan tubuh memproduksi lebih banyak sel-sel T pembunuh kanker.
4.   Kerja Vaksin
      Karena vaksin tersebut disuntikkan, vaksin akan menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk menciptakan tetnata sel T yang menyerak sel-sel yang ditandai dengan antigen khusus kanker, menghancurkan mereka. Sel-sel T ini akan tetap berada dengan kandungan rendah dalam aliran darah, siap untuk menyerang sel-sel ganas baru, mencegah kambuh.

Sumber: Chemical Health Club 

0 komentar:

Posting Komentar